Consortium for Knowledge Management Brokers (C4Ledger) yang di-leading oleh Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (KONSEPSI) Nusa Tenggara Barat, bersama dengan Lembaga Pengkajian Dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Sumatera Barat, Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) Lampung, TRANSFORM NTB, Bengkel Advokasi Pengembangan dan Pemberdayaan Kampung (APPEK) Nusa Tenggara Timur, dan Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) Flores Timur melakukan dialog tingkat nasional dengan Bappenas dalam rangka berbagi informasi dan mendiskusikan isu-isu terkait dengan peningkatan ketahanan iklim komunitas pada Kamis, (25/1/2024).
Dr. Vivi Yulaswati, Msc., selaku Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas sangat mengapriasi kegiatan ini dan menekankan perlunya solusi yang berbasis lokal dan kontekstual, serta berkolaborasi dan sinergi antar sektor dan para pihak lainnya.
“Sinergi integrasi menjadi kunci untuk provinsi termasuk dalam hal local values, saat kita dianggap bagus, dukungan akan berdatangan. Saya berharap Indonesia juga jadi model untuk pembangunan berkelanjutan yang berbasis lokal gitu, jadi tidak hanya dalam bentuk dokumen-dokumen saja tapi perlunya action”, ujarnya.
Pada kesempatan ini, Konsorsium C4Ledger juga melibatkan perwakilan pemerintah daerah provinsi NTT dalam hal ini Dinas LHK Provinsi NTT dan Bappelitbangda Lembata. Untuk diketahui, daerah provinsi NTT sendiri menjadi salah satu daerah intervensi program VCA Indonesia periode 2021 hingga 2025. Oleh karena itu, kegiatan ini sangat penting untuk menyampaikan beragam aspirasi suara-suara di tingkat akar rumput melalui praktik baik, tantangan, dan pembelajaran selama program VCA berjalan khususnya di daerah NTT.
Sherley Wila Huky dari Dinas LHK Provinsi NTT menyampaikan bahwa pihaknya saat ini dalam proses penyusunan dokumen perencanaan, terutama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), sedang dilakukan di tingkat provinsi, dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Isu perubahan iklim juga telah diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan, dengan berbagai praktik baik yang sudah dilakukan oleh mitra-mitra di Provinsi Nusa Tenggara Timur dimasukkan ke dalamnya.
Sherley juga menyampaikan beragam tantangan yang muncul di tingkat daerah salah satunya kebakaran hutan disebabkan oleh campuran faktor antara manusia dan alam, dengan mayoritas kebakaran yang dipicu oleh tindakan manusia untuk membuka lahan.
“Penyebab kebakaran di daerah kami berasal dari manusia dan alam. Teridentifikasi bahwa kasus kebakaran hutan banyak karena sengaja dibakar nah dibakar ini karena ada alasan. Karena kondisi lahan kami yang memang agak susah kalau pada saat musim menanam sehingga bakar lahan ini dianggap sebagai cara yang paling cepat untuk membersihkan lahan dan menyiapkan lahan” ujarnya.
Sementara itu, Sahali perwakilan Bappelitbangda Lembata menyampaikan tingginya angka kemiskinan, terutama dari kalangan nelayan dan petani, meskipun sumber daya alam melimpah. Pada sektor pertanian didominasi oleh tanaman kering seperti jagung, palawijaya, dan sorgum, yang sangat rentan terhadap perubahan cuaca. Sementara di sektor perikanan timbul masalah dalam hal transaksi hasil tangkapan nelayan di laut yang kurang memberikan keuntungan bagi para nelayan, dengan pengelolaannya yang belum optimal.
Sahali juga menyampaikan dampak perubahan iklim secara signifikan dirasakan oleh petani dan nelayan, terutama oleh mayoritas penduduk yang tinggal di wilayah dataran tinggi yang sulit diakses air. Distribusi air menggunakan metode hydro karena listrik yang tersedia tidak mencukupi untuk mengkover kebutuhan.
“Saat ini, di daerah kami lagi musim kemarau panjang, sumber air hanya satu dan itu sifatnya panas karena sulfur tinggi, dan anggaran untuk salinasi tidak mencukupi. Dampak perubahan iklim sangat signifikan terhadap petani dan nelayan, dan mayoritas penduduk kami tinggal di atas dan susah mengamodir air ke atas dan listrik tidak mencukupi untuk mengcover sehingga kami menggunakan metode hydro dalam proses distribusi air”, ujarnya.
Merespon akan hal ini Dr. Vivi Yulaswati, Msc menjelaskan perubahan iklim semakin memperburuk kondisi, sehingga penting untuk membangun ketangguhan agar masyarakat dapat menghadapi situasi yang tidak pasti. Selanjutnya, pihaknya saat ini sedang dalam tahap menyusun Instruksi Presiden (Inpres) tentang ketahanan iklim, dengan target pelaksanaan pada tahun 2025 setelah koordinasi dengan lintas kementerian/lembaga.
Kolaborasi lintas sektor diharapkan dapat mengatasi isu-isu seperti perubahan iklim dan pendanaan, dengan akses terbuka untuk mendukung inisiatif ini. “Saya pikir ini kolaborasi yang sangat bagus banyak sekali lintas-lintasnya dan isu yang diangkat juga climate change, growing concern termasuk dukungan pendanaan, silahkan aja akses. Kalau misalnya saya memang bisa bantu, ya saya akan fasilitasi. Artinya banyak sekali potensi-potensi untuk kolaborasi ke depan gitu” imbuhnya.
Bappenas juga menawarkan potensi kolaborasi melibatan parapihak, baik pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil (CSO), maupun masyarakat dalam event-event yang dimana Bappenas terlibat di dalamnya. Berbagai acara dan pertemuan telah disiapkan untuk tahun ini, termasuk FPFSG (Forum for the Promotion of Food Security in the Gulf Cooperation Council States”/Forum untuk Promosi Keamanan Pangan di Negara-Negara Dewan Kerjasama Teluk), Green Technology, Ocean Week, dan Summit for the Future, yang menawarkan peluang untuk berkolaborasi dan mendapatkan dukungan.
“Jadi silahkan Provinsi NTT, CSO dan sebagainya kami akan terbuka. Beritahu kami kalau ada yang tertarik dan sebagainya jangan memikirkan dananya dulu gitu ya, kami juga lagi mengembangkan sponsorship gitu. Sehingga diharapkan jika ada kegiatan yang bisa kita kurasi terpilih, nanti dananya kami carikan”, tutupnya.