Lombok Barat – Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (KONSEPSI) bekerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Lombok Barat merampungkan Sekolah Lapang Iklim di Sembalun, Lombok Timur.
Setelah melalui pembelajaran dan praktik di Sembalun, Lombok Timur Penutupan Sekolah Lapang Iklim Operasional tahun 2022 dilaksanakan di kantor BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat, Selasa (3/22). Peserta diperkenalkan berbagai alat yang digunakan untuk melihat dan memperkirakan cuaca yang terjadi.
Nasri selaku Program Manajer Indonesia Climate and Disaster Resilient Communities (ICDRC) atas dukungan Oxfam bersama Australian NGO Coorporation (ANCP) di Indonesia dan Australian Government Department of Foreign Affair and Trade (DFAT) menyampaikan cuaca yang tidak menentu sebagai dampak perubahan iklim juga akan mengganggu produktifitas pertanian.
Diakuinya, pertanian saat ini tidak bisa lagi menggunakan cara-cara lama dengan hanya mengandalkan kebiasaan leluhur dan kearifan lokal yang ada. “Kearifan lokal yang ada perlu juga memperhatikan cara-cara yang ilmiah. Sehingga perpaduan ini harapannya dapat meningkatkan produktifitas petani” ujarnya.
Maka salah satu upaya yang dilakukan dengan menginisiasi SLI untuk membantu menghindari dampak perubahan iklim. Teknologi yang dimiliki BMKG, misalnya terkait nformasi cuaca, prediksi dan lainnya jika dipandukan dengan kearifan lokal maka akan membantu petani mengatasi dampaknya.
Lebih lanjut, Meskipun kegiatan sekolah lapang iklim tahun ini resmi ditutup namun berbagai pihak berharap kegiatan seperti ini terus berlanjut dan tidak berhenti disini.
“Kami mengharapkan kegiatan seperti ini dapat dilanjutkan mengingat Sembalun sebagai daerah pertanian yang subur namun dibenturkan dengan cuaca yang tidak menentu” ucap H. Husnul Yakin (52), Kepala UPTD Kecamatan Sembalun.
Sementara itu, Minal Paeto salah seorang peserta mengapresiasi inisiatif Konsepsi NTB dan BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat yang telah mengadakan kegiatan ini.
“Melalui kegiatan ini setidaknya kami mendapatkan manfaat dalam menggunakan informasi cuaca dan iklim untuk bagaimana kita menyesuaikan diri dalam pengelolaan pertanian dalam menghadapi dampak perubahan iklim” ucap petani muda Alumni Fakultas Pertanian Unram ini.
Kepala Balai BMKG Stasiun Klimatologi Lombok barat menyampaikan pentingnya data cuaca dan iklim dalam berbagai sektor terutama pertanian. Terlebih, inflasi di Indonesi terbesar ternyata disebabkan oleh harga komoditas pertanian yaitu cabe dan bawang merah.
“Komoditas pertanian yang bapak/ibu tanam ternyata sangat berpengaruh terhadap inflasi yang terjadi. Sehingga penting ntuk memperhatikan data cuaca dan iklim dalam melakukan aktivitas pertanian supay tidak mengakibatkan gagal panen dan anjloknya harga dipasaran” pungkasnya.