KONSEPSI– Dampak perubahan iklim turut mengancam penghidupan masyarakat yang tergolong rentan, termasuk perempuan dan anak. Dalam beberapa tahun terakhir, angka pernikahan dini yang terjadi di NTB tercatat masih tinggi.
Perubahan iklim juga berdampak bagi masyarakat yang menggantungkan sumber penghidupannya dari pemanfaatan sumberdaya alam, seperti kelompok yang bekerja sebagai petani dan nelayan.
Perubahan iklim secara tidak langsung berinteraksi dengan kondisi ketidaksetaraan gender dan dapat menghasilkan dampak yang umumnya merugikan perempuan dan anak, khususnya lagi bagi kalangan masyarakat miskin.
Data KONSEPSI dari pelaksanaan Program Deepening Climate Change Adaptation for Prosperity (DECCAP) menemukan kondisi di Kabupaten Lombok Timur bahwa salah satu korelasi atas dampak dari permasalahan iklim terhadap kelompok rentan adalah meningkatnya kasus pernikahan anak serta kekerasan pada perempuan.
Faktor kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan mental atau budaya juga ditengarai sebagai penyebab dari terjadinya kasus yang berhubungan dengan perempuan dan anak.
Dampak perubahan iklim itulah salah satunya yang mendorong agar diberlakukannya Peraturan Desa tentang pencegahan perkawinan usia dini di Desa Paremas, Desa Pandan Wangi, dan Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Anak, Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DP2AP2KB) Provinsi NTB menyatakan angka pernikahan dini meningkat setiap tahun.
Tahun 2015 yaitu sebanyak 86 kasus, tahun 2016 ada 134 kasus, tahun 2017 ada 162 kasus, dan tahun 2018 ada 212 kasus.
Sedangkan di tahun 2019 ada 370 kasus, dan tahun 2020 ada 875 kasus. Selain itu, tahun 2021 ada 1.132 kasus dan tahun 2022 baru 153 kasus.
Angka pernikahan usia dini ini juga disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr Lalu Hamzi Fikri pada Agustus 2022 lalu.
Dilansir dari Inside Lombok, Hamzi Fikri menyebut data jumlah remaja yang melahirkan di fasilitas kesehatan (faskes), yaitu sebanyak 6 ribu orang lebih. Sementara, jumlah pernikahan remaja yang tercatat di Kementerian Agama kurang dari 1.000 kasus.
“Remaja kita yang melahirkan saya punya data 6.600 lebih dalam tahun ini, melahirkan di faskes. Sedangkan data di Kementerian Agama yang terlapor di bawah seribu,” ucap Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr Lalu Hamzi Fikri, Senin (29/8/2022).
Tidak sesuainya jumlah remaja yang melahirkan dengan jumlah pernikahan yang terdata di Kemenag, jelas Hamzi Fikri, menandakan angka pernikahan anak masih tinggi. Remaja yang menikah tersebut tidak terdaftar atau menikah di bawah tangan.
Pendidikan Kespro Mendesak Dilakukan
Pemerhati Anak, Retno Listyarti dalam rilisnya yang diterima awak media KONSEPSI (12/01/2023) yang lalu mendorong pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi (kespro) bagi remaja.
Menurut Retno yang juga mantan Komisioner KPAI ini bahwa perlu serta penting dilakukan pendidikan seks dan pendidikan kesehatan reproduksi remaja, terutama usia 13-17 tahun yang mulai menyukai lawan jenis.
Edukasi tersebut adalah salah satu upaya memberikan pengetahuan dan kesadaran pada anak dan remaja memahami kewajiban menjaga otoritas tubuhnya demi kepentingan terbaik bagi masa depannya, juga mencegah anak-anak menjadi korban kejahatan seksual.
Pendidikan kesehatan reproduksi secara sinergi dapat dilakukan pada anak-anak oleh guru di lingkungan sekolah dan orangtua di lingkungan keluarga, semua harus berkolaborasi mencegah karena mencegah lebih baik daripada mengobati.
Pendidikan Kespro Penting bagi Remaja
Pertama, pada masa puber, setiap anak akan mengalami perubahan fisik yang signifikan seperti kemampuan sistem reproduksi. Akan tetapi, fakta menunjukkan sebagian besar remaja tidak paham dan pada kondisi kesehatan reproduksi, seperti siklus menstruasi dan proses terjadinya kehamilan.
Kedua, tingginya perilaku asusila serta pergaulan bebas oleh remaja banyak diakibatkan oleh berbagai faktor. Sebagai penyebab tertinggi adalah kurangnya pengetahuan tentang seks yang benar baik pada kalangan remaja.
Ketiga, pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja dapat menjadi salah satu solusi agar para remaja lebih bijak dan berhati-hati dalam menanggapi perilaku seksual berisiko sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit menular seksual dan dapat menerapkan perilaku yang sehat.
Poin Penting Pendidikan Kespro Remaja
Pertama, remaja harus dididik untuk memahami otoritas tubuhnya, anak berhak menyatakan TIDAK pada siapapun yang menyentuh tubuhnya.
Kedua, remaja perlu memahami bahwa reproduksi laki-laki dan perempuan berbeda, laki-laki reproduksi di luar sehingga terlihat ketika ada luka, sedangkan perempuan reproduksinya di dalam, sehingga tidak terlihat ketika ada luka misalnya. Karena reproduksi perempuan di dalam maka jangan pernah memasukan apapun ke dalam vagina.
Ketiga, harus dipahamkan bahwa laki-laki reproduksinya tidak berbekas dan (have fun), namun sebaliknya perempuan berbekas.
Keempat, perempuan reproduksinya lama dan kerentanannya panjang, misalnya menstruasi setiap bulan yang dalam prosesnya mengalami resiko, seperti rasa nyeri dan sakit.
“Oleh karenanya, untuk Kesehatan reproduiksi seorang perempuan harus mengganti pembalut setiap kali buang air kecil misalnya. Begitupun ketika buang air besar, maka ‘cebok’ saat membasuh harus dari depan ke belakang, bukan sebaliknya,” jelasnya Retno.
Kelima, ketika seorang remaja perempuan hamil, maka resiko si ibu meninggal saat melahirkan sangat besar. Selain itu, risiko anak terlahir stunting dan kurang gizi juga sangat tinggi, mengingat saat jani di kandungan, terjadi perebutan nutrisi antara bayi dan ibunya yang masih usia anak, yang menang si ibu sehingga nutrisi ke janin menjadi sangat minim.
Keenam, perkawinan usia anak merupakan pintu penderitaan bagi perempuan sepanjang hidupnya. Anak perempuan jadi kehilangan semua haknya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, seperti hak atas pendidikan, hak atas Kesehatan yang terbaik sebagai anak, hak bermain, hak bersosialisasi dan mengembangkan diri, dll.[*]
Pewarta: Hari
Keterangan foto:
1. Kampanye mekanisme tanggapan pengaduan untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan pernikahan usia anak.