Setiap musim, masyarakat di Sambelia, Kabupaten Lombok Timur hidup ditemani berbagai ancaman bencana hidrometeorologis. Sepanjang tahun, kondisi di wilayah Sambelia menunjukkan defisit air hingga kekeringan pada musim kemarau dan surplus di musim hujan yang mengakibatkan terjadinya banjir. Masyarakat seolah berdamai dengan berbagai potensi bencana ini, namun ancaman dan risikonya masih terus mengintai mereka.
Dimulai dari 3 Desa di wilayah ini yaitu Desa Obel-Obel, Desa Belanting dan Desa Dara Kunci kini memiliki amunisi baru untuk membaca ancaman banjir di musim hujan. Bentuknya berupa tabung dengan lempeng datar di atasnya untuk menampung air hujan. Ketika turun hujan, air akan terkumpul di lempeng dan kemudian dialirkan ke bejana di bawahnya. Alat ini bernama Ombrometer yang terpasang rapih di halaman kantor desa.
Wiranto (24), setiap pagi melakukan pengukuran curah hujan dengan mengeluarkan air yang telah tertampung dalam alat ini. Air ini dikeluarkan melalui keran dan ditampung menggunakan gelas ukur. Setiap tampungan dalam gelas ukur ini dicatat dan dilaporkan melalui grup WhatsApp yang diprakarsai KONSEPSI NTB. Cara kerja alat ini memang sederhana, namun datanya sangat berharga untuk memberikan gambaran potensi bahaya dan pengambilan keputusan dalam mitigasi risiko bencana banjir.
 “Jika tercatat curah hujan sudah diatas 100 mm dan terjadi tiga hari berturut-turut, maka kita sudah harus siap-siap untuk melakukan peringatan dini kepada masyarakat“ Ucapnya.
Bersama Tim Siaga Bencana Desa (TSBD) Belanting, Anto sapaan akrabnya juga malakukan pengecekan di sungai-sungai yang ada saat hujan deras turun untuk melihat potensi bencana banjir yang mungkin terjadi. Data curah hujan dan observasi kondisi sungai menjadi langkah strategis untuk menentukan tindakan apa yang diperlukan. Dalam memutuskan potensi bahaya yang ada, TSBD tidak bekerja sendiri. Bersama KONSEPSI, BPBD, BMKG dan institusi lainnya bersama melakukan pemantauan melalui grup WhatsApp yang ada.
Melalui grup WhatsApp ini, BMKG juga selalu memberikan update informasi prakiraan cuaca setiap saat. Informasi cuaca, data curah hujan lokal, dan observasi lapangan yang dilakukan tentu menjadi penting bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri dan mengantisipasi bencana banjir dengan mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat. Sehingga masyarakat dapat lebih siap dan waspada dalam menghadapi potensi bencana banjir, serta dapat merencanakan langkah-langkah adaptasi yang sesuai dengan situasi cuaca yang diberikan.
Sementara itu Ariyanto (30) yang kesehariannya sebagai staff di Pemerintahan Desa Obel-Obel bisa sedikit tenang. Pasalnya hampir dua bulan alat ini dipasang curah hujan di wilayahnya masih normal antara 1 – 60 mm. Ia teringat saat itu (Tahun 2020) hujan deras turun cukup lama, kemudian banjir datang menghantam satu kampung di Melempo. Akses jalan terputus, warga berlari menyelamatkan diri meninggalkan rumah se isi-isinya. Saat itu sebanyak 59 rumah warga terendam banjir setinggi satu meter dan 81 KK harus mengungsi.
Dengan adanya informasi prakiraan cuaca dari BMKG dan data curah hujan yang setiap hari dipantau, setidaknya bisa menjadi gambaran bagi daerahnya tentang potensi terjadinya bencana banjir. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih siap menghadapi ancaman bencana dan pemerintah bisa merencanakan langkah-langkah mitigasi yang lebih efektif untuk melindungi warganya serta mengurangi dampak yang ditimbulkan bencana tersebut.
Banjir bandang biasanya terjadi beberapa waktu setelah hujan lebat (dalam kisaran waktu beberapa jam terus menerus) yang terjadi dibagian hulu. Sehingga masyarakat sesungguhnya memiliki waktu “limit“ yang bisa digunakan dalam melakukan aksi dini dan evakuasi dini. Aksi dini yang dilakukan seperti pindah ke tempat yang lebih tinggi, menyelamatkan barang berharga, dan mengamankan diri sendiri dan keluarga adalah langkah-langkah penting dalam menghadapi ancaman banjir bandang.
“Pada prinsipnya, potensi dan bahaya bencana banjir harus bisa kita kelola untuk mengurangi risiko yang terjadi. Dengan memahami informasi prakiraan cuaca dari BMKG dan data curah hujan yang dipantau secara rutin, kita dapat melakukan langkah-langkah pencegahan yang tepat“ Ujarnya.
Hal yang sama juga disampaikan Munir (50) selaku Ketua TSBD Dara Kuci menceritakan satu daerahnya yang terisolir saat banjir. Daerah itu berada di Dusun Batu Sela yang berbatasan dengan Dusun Menanga Reak tempat ia tinggal. Hujan deras sepanjang malam mengakibatkan terjadinya banjir bandang yang mengakibatkan terputusnya akses jalan, rumah hanyut dan persawahan tergenang.
“Kalau dulu sudah ada alat ombrometer, masyarakat mungkin tidak akan terisolir dan dapat mengamankan asetnya, karena dengan data curah hujan yang tersedia bisa kita arahkan mereka untuk melakukan aksi dini dan evakuasi dini“ Ujarnya.
Alat ini memang tidak bisa mencegah terjadinya banjir. Namun kegunaannya sangat penting dalam memberikan peringatan dini dan informasi yang akurat mengenai potensi terjadinya banjir. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih siap dan waspada, serta mengambil tindakan sedini mungkin atau evakuasi dini yang dapat mengurangi risiko kerugian jiwa dan harta benda saat bencana banjir terjadi.
Pada akhirnya prtisipasi aktif dalam mengumpulkan data curah hujan tidak hanya memberikan informasi penting untuk memetakan potensi bencana banjir. Namun lebih dari sekedar itu, keterlibatan mereka juga menjadi modal berharga dalam membangun ketangguhan komunitas. Dengan demikian, kolaborasi dalam pengumpulan data curah hujan bukan hanya tentang menghadapi ancaman bencana, tetapi juga tentang membangun fondasi yang lebih kokoh untuk masa depan yang berkelanjutan bagi komunitas.
*Artikel ini juga telah dipublikasi dalam program Kolaborasi Iklim
*Sumber: https://kolaborasiiklim.id/story-around-us-type/ombrometer-menjaga-kewaspadaan-terhadap-banjir-di-sambelia/