Program DECCAP (Deepening Climate Change Adaptation for Prosperity)
DECCAP (DEEPENING CLIMATE CHANGE ADAPTATION FOR PROSPERITY)
Donor:
Islamic Relief Sweden
Periode Program:
Tahun 2022
Lokasi Program:
Desa Pandanwangi, Paremas dan Pemongkong Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur.
Tujuan Program :
Agar perempuan dan laki-laki yang hidup dari pertanian tadah hujan, nelayan lobster, dan produksi garam diberdayakan dan diberdayakan dengan sumber daya yang berkelanjutan untuk menangani dampak perubahan iklim dan memiliki akses yang sama ke setiap sumber daya potensial yang disediakan oleh pengemban tugas (informasi, peralatan, dan setiap kegiatan peningkatan kapasitas), dan bahwa mereka memiliki kapasitas untuk mengklaim hak atas sumber mata pencaharian yang lebih produktif, berkelanjutan dan adaptif.
Ringkasan Program :
KONSEPSI bekerja sama Islamic Relief Sweden (IRS) dan Forum Civ serta mitranya Islamic Relief Indonesia (IRI) akan melaksanakan proyek untuk mengadvokasi pemerintah daerah di Lombok Timur, Bima, Dompu dan Propinsi Nusa Tenggara Barat serta komunitas sasaran yaitu Komunitas Petani Tadah hujan, Pembudidaya Lobster dan Petambak Garam untuk menerapkan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim melalui kebijakan, program, dan implementasi percontohan dalam budidaya lobster, pertanian tadah hujan, dan produksi garam, dari Januari hingga Desember 2022.
Proyek sebelumnya menunjukkan bahwa nelayan lobster telah berhasil menekan angka kematian lobster setelah menghasilkan pakan organik, sedangkan petani garam telah meningkatkan produktivitasnya dalam memproduksi garam setelah diperkenalkannya rumah Prism untuk menghindari gagal panen saat hujan, dan hujan. -Petani yang diberi makan telah mengakses informasi terkait iklim yang sangat berguna bagi mereka untuk menentukan waktu mulai menanam, komoditas apa yang lebih baik untuk ditanam dll.
Namun, di tengah keberhasilan tersebut, masih ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh petani. Yakni, pembudidaya lobster tidak mampu menghasilkan pakan organik sepanjang tahun, karena pakan tidak bisa dikeringkan saat musim hujan, sedangkan produsen garam menghadapi kendala dalam memasarkan garamnya akibat keputusan pemerintah untuk mengimpor garam.
Oleh karena itu, intervensi tambahan untuk mendukung kelompok tani ini diperlukan agar mereka dapat mengelola dan beradaptasi dengan tantangan ini. Proyek ini akan mengadvokasi instansi terkait untuk memperkenalkan teknologi pengeringan pakan selama musim hujan kepada petani lobster. Proyek ini juga akan memberdayakan masyarakat untuk memulihkan ekosistem pesisir dengan menanam mangrove sehingga ikan alternatif bisa tumbuh di sana.
Bagi petani garam, proyek ini akan mengadvokasi dinas perindustrian dan perdagangan untuk membina masyarakat dalam menyediakan teknologi geomembran dan sertifikasi garam, sehingga bisa dijual ke industri kosmetik.
Bagi petani tadah hujan yang sebagian besar tanahnya landai, proyek akan bekerja sama dengan agen pertanian untuk memperkenalkan metode SALT dimana aspek adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan secara bersamaan dalam kombinasi dengan pengenalan produk bernilai tinggi, yaitu Amorphophallus muellerii.
Selain itu, informasi dan pengetahuan terkait perubahan iklim, termasuk konsekuensinya, belum merata, terutama bagi perempuan petani, baik di tingkat rumah tangga maupun masyarakat. Perubahan iklim telah menyebabkan kehidupan perempuan menjadi lebih rentan karena ‘kekerasan berbasis gender’ yang sedang berlangsung. Mereka memiliki kapasitas adaptif yang terbatas karena mereka secara struktural ‘dilemahkan’ di berbagai tingkat pengambilan keputusan (rumah tangga, masyarakat, desa, kabupaten dan pemerintah provinsi). Akses mereka terhadap sumber informasi iklim masih rendah karena penguasaan informasi didominasi oleh laki-laki. Selain itu, perempuan jarang diikutsertakan dalam kegiatan peningkatan kapasitas (penyuluhan, pelatihan) tentang perubahan iklim. Keterbatasan akses dan kurangnya inklusi telah berkontribusi pada tidak adanya kekuatan perempuan untuk mengontrol sumber daya produktif (informasi, pengetahuan, mata pencaharian, dll) dalam kerangka adaptasi perubahan iklim. Semua keputusan penting yang berkaitan dengan budidaya pertanian (pemilihan tanaman, pasar dll) sepenuhnya di bawah kendali laki-laki.
Proyek ini akan memiliki sekolah percontohan berbasis gender, dan melaksanakan kegiatan adaptasi perubahan iklim. Masyarakat juga akan mendapatkan pelatihan tentang isu-isu yang relevan, berpartisipasi dalam analisis kerentanan iklim termasuk merumuskan rencana aksi masyarakat untuk memperbaiki situasi, dan juga berpartisipasi dalam perumusan kebijakan dan kegiatan advokasi di tingkat desa dan kabupaten untuk memastikan program pemerintah mengadopsi apa yang mereka usulkan.
Perempuan dan laki-laki yang terkena dampak perubahan iklim dengan demikian akan memperkuat kapasitas mereka dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengantisipasi, mengatasi, dan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim dan kemudian menuntut hak-hak mereka.
Evaluasi akan menilai apakah intervensi tersebut efektif dalam membangun kapasitas masyarakat untuk menghadapi tantangan dampak perubahan iklim. Ini juga akan menilai apakah para pengemban tugas telah responsif dan adaptif terhadap kebutuhan para pemegang hak dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin besar terhadap kehidupan dan penghidupan mereka.