KONSEPSI NTB bersama Yayasan Penabulu dan Oxfam, dengan dukungan Australian NGO Cooperation Program (ANCP) – Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), menggelar kegiatan Kajian Partisipatif Kapasitas dan Kerentanan Masyarakat terhadap Bencana dan Perubahan Iklim di tingkat desa.
Kegiatan ini berlangsung pada 8–10 Agustus 2025 di dua desa di Kabupaten Lombok Timur, yakni Desa Belanting dan Desa Obel-Obel. Tujuannya adalah mengidentifikasi kapasitas lokal, memetakan kerentanan, serta merumuskan langkah adaptasi masyarakat dalam menghadapi risiko bencana dan dampak perubahan iklim.
Peserta kegiatan berasal dari berbagai unsur desa, mulai dari pemerintah desa, kelompok petani, nelayan, dan peternak, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), hingga kelompok rentan seperti perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas.
Dalam sambutannya di Desa Obel-Obel, Nasri selaku Koordinator Program menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat. Ia berharap kegiatan ini dapat menghasilkan dokumen kajian yang menjadi dasar lahirnya Peraturan Desa tentang penanggulangan bencana berbasis masyarakat. “Kajian kapasitas dan kerentanan ini akan menjadi dasar kebijakan desa dalam menyusun strategi, program, dan aktivitas untuk memperkuat ketangguhan masyarakat menghadapi bencana,” ujarnya.
Sementara itu, Program Manager KONSEPSI, Rizwan Rizkiandi, dalam sambutannya di Desa Belanting, mengajak peserta untuk terlibat penuh selama kegiatan. “Harapan kami, bapak-ibu dapat berpartisipasi aktif sejak hari pertama hingga akhir kegiatan. Akan ada banyak diskusi mengenai kondisi kebencanaan dan data terbaru desa. Dukungan pemerintah desa sangat penting, khususnya terkait penyediaan profil desa terkini, karena hal itu akan sangat membantu dalam penyusunan dokumen kajian kapasitas dan kerentanan, terutama dalam konteks perubahan iklim,” katanya.
Kepala Desa Belanting, Sukardi, menilai diskusi ini akan menjadi pijakan penting bagi kebijakan desa. “Partisipasi aktif masyarakat sangat dibutuhkan agar hasil kajian ini faktual, real-time, dan benar-benar mencerminkan kondisi desa serta warganya,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Sekretaris Desa Obel-Obel, Satratip. Ia menekankan bahwa bencana, khususnya banjir, tidak hanya terjadi di wilayah mereka, melainkan juga di daerah lain seperti Mataram. “Kami berharap kajian ini dapat mendukung pembangunan desa yang tangguh bencana dan adaptif terhadap iklim, sehingga kejadian banjir seperti tahun lalu tidak terulang kembali,” ungkapnya.
Dalam sesi pemaparan, Saefudin Zuhri selaku fasilitator menjelaskan materi tentang bencana, perubahan iklim, dan risiko yang dihadapi Desa Obel-Obel. Ia menekankan perbedaan antara cuaca dan iklim, serta memaparkan jenis bencana terkait iklim seperti banjir, longsor, dan badai. Proses kajian dimulai dengan identifikasi ancaman, penilaian, hingga pemeringkatan ancaman untuk menentukan prioritas bahasan.
Selanjutnya, peserta melakukan diskusi kelompok dengan pendekatan partisipatif menggunakan sejumlah alat kajian, antara lain: Analisis Sejarah Kejadian Bencana, Kalender Musim, Analisis Mata Pencaharian, Bagan Kecenderungan dan Perubahan, Diagram Ven Relasi Sosial, Peta Risiko, Aktivitas Harian Komunitas Berbasis Gender, dan Analisis Klasifikasi Kesejahteraan.
Hasil dari kajian partisipatif ini akan dirumuskan menjadi dokumen rencana aksi masyarakat. Dokumen tersebut nantinya dapat dijadikan panduan pemerintah desa dalam menyusun kebijakan, program, dan penganggaran, serta menjadi dasar kolaborasi bersama Tim Siaga Bencana Desa (TSBD) untuk menghadapi bencana di masa mendatang.




