Mataram, 20 Juni 2025 – Dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana, terutama yang dipicu oleh perubahan iklim dan faktor hidrometeorologi, KONSEPSI NTB bersama OXFAM Indonesia, Penabulu, dan Gema Alam, menyelenggarakan kegiatan bertajuk Penguatan Kapasitas Aksi Antisipasi Bencana/Aksi Merespons Peringatan Dini Bagi Manajemen Mitra. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Improvement of Community for Anticipatory Action (I CAN ACT) yang didukung oleh ANCP (Australian NGO Cooperation Program) dan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT).
Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari, mulai 18 hingga 20 Juni 2025 di Hotel Lombok Garden, Mataram ini melibatkan staf KONSEPSI dari berbagai proyek serta perwakilan mitra. Tujuan utamanya adalah memperkuat pemahaman terhadap konsep Anticipatory Action (AA) atau Aksi Antisipasi Bencana serta mengembangkan kapasitas teknis dalam merancang dan melaksanakan aksi berbasis informasi risiko dan prakiraan bencana.
Dalam sambutannya, Rizwan Rizkiandi selaku Project Manager I CAN ACT menjelaskan pentingnya memperkuat kapasitas mitra dalam menghadapi situasi yang tidak pasti akibat krisis iklim. “Di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian, khususnya dalam kerja-kerja kemanusiaan dan pembangunan, kami berharap kegiatan ini dapat memperkaya pengetahuan mitra terkait Aksi Antisipasi. Pendekatan ini menjadi sangat penting karena tidak hanya responsif, tetapi juga proaktif dalam mengurangi risiko sebelum bencana terjadi,” ujarnya.
Rizwan menekankan bahwa Aksi Antisipatif merupakan pendekatan yang kini sedang didorong untuk menjadi bagian dari sistem kebijakan penanggulangan bencana nasional, terutama untuk jenis bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, atau badai.
Senada dengan itu, Anang, Project Officer OXFAM Indonesia menambahkan bahwa program ini merupakan bagian dari komitmen OXFAM dalam mendorong pendekatan kemanusiaan yang inovatif. “OXFAM tidak hanya hadir untuk merespons bencana, tapi juga memastikan kesejahteraan masyarakat dalam kondisi darurat. Melalui pendekatan AA, kami berupaya memastikan bahwa masyarakat di wilayah kerja mitra memiliki daya tanggap dan pemahaman yang lebih baik sebelum bencana benar-benar terjadi,” jelasnya.
Pelatihan ini terdiri dari sembilan sesi intensif yang mencakup berbagai aspek penting dalam aksi antisipatif, mulai dari kerangka advokasi, pembangunan protokol, pengembangan sistem pemicu (trigger) dan ambang batas (threshold), hingga skema pembiayaan dan keberlanjutan program. Salah satu sesi yang paling mendapat perhatian adalah Latihan Simulasi AA/AMPD, di mana peserta diminta untuk mengembangkan skenario aksi dini berdasarkan simulasi risiko bencana.
Melalui pelatihan ini, peserta diharapkan dapat membawa pendekatan AA ke dalam program masing-masing, baik pada konteks kebencanaan maupun pengurangan risiko yang lebih luas. Selain sebagai sarana peningkatan kapasitas, kegiatan ini juga menjadi ruang refleksi kolektif bagi para mitra untuk mengevaluasi kesiapan internal dan membuka peluang integrasi lebih lanjut dalam program kerja mereka.
Kegiatan ini menjadi langkah penting dalam mengarusutamakan pendekatan aksi antisipatif sebagai bagian dari strategi penanggulangan bencana di Indonesia. Dengan kolaborasi lintas lembaga dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, diharapkan aksi-aksi dini berbasis prakiraan bencana dapat menjadi norma baru dalam sistem kesiapsiagaan bencana nasional.




